Kami duduk berhadapan disebuah cafe
dengan gelas yang hanya tinggal berisi balok es dihadapanku
dan, secangkir kopi panas dihadapan nya.
Aku menatap lama gelas milikku,
Berharap seorang pelayan datang mengisi penuh galasku.
Sembari itu, aku hanya takut dengan waktu di jam tanganku yang hampir karatan.
Orang yang dihadapanku akhirnya datang setelah sekian lama aku menantinya,
Aku hanya bercerita bisu kepada gelas yang ada didepanku.
Sepertinya nasib kami sama.
Penuh, hampir habis, habis.
Sambil mencari persamaan dimana kata 'habis' ini diletakan
Semoga ada perbedaan.
Dan semoga aku lah yang lebih baik konotasinya..
"Apa yang kamu pikirkan?" tanyaku padanya.
"Tidak ada," dia menjawab.
"Hanya berusaha mengabadikan ini semua,"
"di dalam ingatan."
Ah!
Ingatan
Apa itu ingatan?
Semacam rak dengan sejumlah laci, untuk menyimpan memori?
Dulu ibuku pernah memberikan aku kalung salib
Emas warnanya
Kusimpan baik-baik di laci
sampai dimakan oleh waktu dan debu
Ketika aku sedang membersihkan laci itu
kutemukan kalung itu di ujung belakang
terlantar dan terlupakan
Aku ingat betapa sayangnya aku akan kalung itu dulu
Sekarang, bukannya tidak sayang
tapi konotasinya berubah dari sesuatu yang istimewa,
menjadi sesuatu yang dulu pernah istimewa..
dan sekarang jadi biasa
Aku hanya mencoba mengira
berapa lama waktu yang diperlukan
sampai ingatanmu tentangku berkarat dan berdebu
Kalau saja aku memiliki kunci untuk laci miliknya
tiap hari aku akan menggosok ingatannya akan aku
agar kilatnya tidak akan pudar dan tetap berkilau
seperti sekarang
dan selama-lamanya
Amin!
Saturday, January 31, 2009 at 10:45am